KTQS # 1709
KEPUTIHAN
Keputihan yang dialami kaum wanita disebut ifrazat atau dahulu disebut ruthubah, secara medis keputihan disebut dengan “flour Albus” yaitu semacam cairan yang keluar dari vagina wanita yaitu lendir atau cairan yang keluar dari organ reproduksi wanita selain madzi atau mani, madzi itu najis sedangkan mani tidak. Para ulama dari berbagai mazhab memang berbeda pendapat soal status dari cairan tersebut.
Apakah jika ifrazat tersebut yang keluar itu najis dan bisa membatalkan wudhu?
Ini kajiannya,
1. Pendapat ulama keputihan itu najis,
beberapa kalangan mazhab Syafi’iyah dan Hanabilah mengatakan. Hal ini diterangkan ulama Syafi’iyah, asy-Syairazi dalam kitab al-Muhadzab dan kitab at-Tahbihdan, serta ulama mazhab Hanbali, Qadhi Abu Ya’la. Menurut Abu Ya’la, cairan keputihan dekat kiasannya dengan madzi sedangkan madzi sendiri hukumnya najis.
2. Pendapat ulama keputihan itu tidak najis, adalah ulama Hanafiyah dan kelompok dari ulama-ulama Mazhab Syafi’i lainnya seperti Ibnu Qudamah menurutnya, ifrazat bisa dikategorikan suci. Cairan keputihan lebih dekat kiasannya dengan mani, bukan dengan darah haid atau nifas. Berdalil dari riwayat Aisyah radhiyallahu ‘anha yang pernah mengorek mani di baju Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Aku mengerik mani itu dari baju Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,” terang Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam hadis riwayat Muslim dan Nasai.
3. Syekh Musthofa al-Adawi mengatakan, tidak ada dalil yang sharih (jelas dan tegas) soal hukum ifrazat. Apakah cairan keputihan tersebut najis atau suci, tidak ditemui hadis-hadis yang secara tegas menghukuminya sebagai najis.
Cairan keputihan yang keluar dari organ reproduksi wanita adalah hal yang wajar terjadi, bahkan pada masa silam.
Kendati demikian, tidak ada sahabiyah yang menanyakan hukum ifrazat ini kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal mereka hanya memiliki satu pakaian. Jika ifrazat tersebut najis, tentulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mengingatkan kaum wanita.
Jadi, lebih baik dikembalikan kepada hukum asalnya, yaitu suci. Jadi, keputihan yang ada di organ reproduksi wanita statusnya suci. Demikian disebutkan dalam Jami’ul Ahkam An-Nisa (Kumpulan Hukum-Hukum Soal Wanita) (1/66).
Imam An-Nanawi menjelaskan mengenai ikhtilaf ulama bahwa keputihan adalah najis atau suci, beliau menjelaskan, “Keputihan yang keluar dari kemaluan wanita yaitu cairan putih. Diperselisihkan sifatnya apakah disamakan dengan madzi dan cairan kemaluan. Karennya ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya… Penulis kitab al-Hawi mengatakan, Imam as-Syafii menegaskan dalam sebagian kitab-kitabnya bahwa keputihan wanita hukumnya adalah suci”. (Al-Majmu’, 2/570, syamilah)
Kesimpulan, keputihan itu suci tidak najis. Lantas bagaimana jika cairan ifrazat tersebut keluar bisa membatalkan wudhu? Jawabannya tentu saja tidak.
Barakallahu fiikum.