KTQS # 840
HADITS DHAIF SHALAT HAJAT
“Barangsiapa yang mempunyai kebutuhan kepada Allah atau kepada seseorang dari bani Adam, maka berwudhulah dan perbaikilah wudhunya kemudian shalatlah dua rakaat. Lalu hendaklah ia memuji Allah Swt dan bershalawat kepada Nabi saw, dan mengucapkan (doa panjang), ‘ (HR. At-Tirmidzi no. 479, Ibnu Majah no. 1384, dan yang lainnya)
Hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah. At-Tirmidzi sendiri mengatakan setelah meriwayatkan hadits ini, “Hadits ini gharib. Dalam sanadnya ada Faid bin Abdurrahman dilemahkan dalam hadits.”
Para ulama pun mencela perawi tersebut (Faid bin Abdurrahman).
Al-Imam al-Bukhari mengatakan, “Mungkarul hadits (haditsnya ditinggalkan).”
Al-Imam Ahmad mengatakan, “Matrukul hadits (haditsnya ditinggalkan).”
Adz-Dzahabi mengatakan, “Tarakuhu (Para ulama meninggalkannya).”
Adapun Ibnu Hajar mengatakan, “Matrukun ittahamuhu (Dia ditinggalkan haditsnya, para ulama menyatakan sebagai pendusta).”
Atas dasar itu, derajat hadits ini derajatnya Dhaifun Jiddan (lemah sekali).
Dari kelemahan hadits itulah shalat hajat tidak ada.
Al-Lajnah ad-Daimah 1/161 menyebutkan, “Adapun yang disebut shalat hajat, haditsnya dhaif dan mungkar, tidak bisa dijadikan hujjah dan tidak bisa dibangun amalan di atas hadits-hadits tersebut”.
Jadi jika ingin memohon sesuatu kepada Allah, mempunyai hajat kebutuhan, amalkan shalat sunat sesuai sunnah, yaitu shalat istikharah.
Salam !