KTQS # 1787 SEJARAH MUSHAF AL-QURAN

KTQS # 1787

SEJARAH MUSHAF AL-QURAN

Al-Quran menurut bahasa berarti bacaan atau yang dibaca. Secara etimologis Al-Quran adalah mashdar (infinitif) dari “qara a yaqra u qira atan qur’anan” yang berarti bacaan atau mengumpulkan yang berisi firman atau wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam sebagai mukjizat melalui perantara malaikat Jibril. Al-Qur’an terdiri atas 114 surat dan dibagi menjadi 30 bagian atau disebut juz. Jumlah seluruh ayatnya ada 6.666 buah.

Al-Quran di turunkan melalui perantara malaikat Jibril yang menyampaikan langsung kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Proses turunnya Al-Quran secara bertahap atau mutawatir selama 22 tahun 2 bulan 22 hari.

Al-Quran diturunkan dalam dua periode. Periode Mekkah sebelum hijrah, disebut ayat-ayat makkiyyah yang berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan jumlah 86 surat. Periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah hingga sesudah hijrah disebut ayat-ayat madaniyyah yang berlangsung selama 10 tahun dengan jumlah 28 surat.

Dengan keterbatasannya karena tidak dapat membaca dan menulis. Ketika setiap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan wahyu, beliau langsung menyampaikannya kepada para Sahabat. Adapun Sahabat yang ditunjuk untuk menuliskan Al-Qur’an yakni Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab.

Penulisan Al-Quran tercatat masih sederhana dan berserakan pada beberapa media seperti pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Quran setelah wahyu diturunkan.

Penulisan Al-Quran pada saat itu belum terkumpul menjadi satu mushaf, karena tidak ada faktor pendorong dalam membukukan Al-Quran mengingat Rasulullah masih hidup dan para Sahabat juga menghafal. Alasan lain, karena Al-Quran turun secara berangsur-angsur atau bertahap.

PADA MASA KHALIFAH ABU BAKAR

Pada masa ini banyak para sahabat Hafidz mati Syahid karena ikut berperang. Sehingga Utsman bin Affan mulai risau dan memikirkan masa depan akan Al-Quran.

Kemudian sedikit berdialog dengan Khalifah Abu Bakar untuk pengumpulan kembali Al-Quran. Akhirnya beliau meminta Zaid ibn Tsabit (salah satu mantan juru tulis Nabi Muhammad). Untuk mengumpulkan kembali dan menuliskan Al-Quran agar menjadi lembaran yang dapat disatukan.

Setelah Al-Quran sudah menjadi satu mushaf yang tersusun secara rapih, kemudian mushaf tersebut disimpan oleh Abu Bakar hingga beliau wafat. Utsman bin Affan yang menjadi penerus pemegang mushaf hingga beliau wafat, sehingga diteruskan oleh anaknya yang bernama Hafshah binti Utsman bin Affan yang juga salah satu istri Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

PADA MASA UTSMAN BIN AFFAN

Agama Islam semakin menyebar luas, sehingga menyebabkan perbedaan pengucapan beberapa kata dalam Al-Quran. Maka Utsman bin Affan berinisiasi membuat standar Al-Quran atau biasa kita menyebutnya dengan Mushaf Utsmani.

Dalam hal ini dibentuklah satu panitia oleh Utsman bin Affan, terdiri dari Zaid bin Tsabit (ketua), Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash dan Abdur rahman bin Harits bin Hissyam. Tujuannya untuk membukukan Al-Quran, yakni dengan menyalin dari lembaran-lembaran yang berisi ayat-ayat Al-Quran itu menjadi sebuah buku. Dan menyeragamkan penulisan serta pembacaannya yang sesuai dengan dialek suku quraisy, sebab konon al-Quran diturunkan menurut dialek suku tersebut.

Karena mushaf ini dianggap sah, hingga pada akhirnya pada masa Utsman bin Affan inilah mushaf mulai didistribusikan ke beberapa negara. Seperti, Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan Madinah sampai  ke negara Islam lainnya.

PENULISAN HARAKAT DAN TITIK PADA MUSHAF

Ketahuilah bahwa keadaan mushaf Ustmani dahulu huruf hurufnya tidak bertitik, tidak berharokat dan tiada I’rabnya. Sebab ditinggalkanya i’rab saat itu-menurut pendapat ulama, karena mereka tidak membutuhkan i’rab pada masa pemerintahan Ustman.

Kerena mereka semuanya adalah orang orang Arab, mereka tidak mengenal salah baca dan tidak ada ilmu nahwu pada zaman mereka. Orang yang pertama kali menetabkan nahwu dan menyususn I’rab dalam mushaf adalah Abul Aswad Ad Dua’ali, seorang tabiin dari Basrah.

Tanda I’rab itu berupa titik dengan warna merah yang berbeda dengan warna tinta yang termaktub dalam mushaf. Tanda fathah adalah titik di atas huruf. Tanda dhammah adalah titik di depan huruf. Sedang tanda kasrah adalah titik dibawah huruf. Tanda ghunnah adalah dua titik.

Selanjutnya Al Khail bin Ahmad Al Farahidi membuat bentuk bentuk tanda huruf : Syaddad (tasdid), mad, hamzah, serta tanda sukun dan tanda washal (teruskan bacaan) sesudah itu. kemudian I’rab berubah dari bentuk titik menjadi bentuk seperti yang ada sekarang ini.

Orang yang pertama kali meletakan titik (pada huruf) dalam mushaf adalah Nashr bin Ashim Al Laittsi, di bawah perintah Al Hajaj bin Yusuf, Sang Gubernur Irak dan Khurasan. Dia memerintahkan untuk meletakan tanda pada huruf huruf yang serupa, dan selanjutanya di laksanakan oleh Nashr bin Ashim Al Laitsi.

Dia menuliskan titik, baik tunggal maupun berpasangan lantas membeda bedakan posisinya. Dialah orang pertama yag mengadakan titik pada huruf ya’ da ta’. Mereka berkata “itu tidak mengapa, karena itu adalah cahaya baginya” Selanjutnya mereka juga mengadakan titik pada akhir ayat, lantas mereka membuat berbagai pembukaan dan penutupan.

Dengan demikian, Abul Aswad adalah orang pertama yang menentukan I’rab, kemudian Nashr bin Ashim adalah orang yang memberikan titik sesudahnya, lantas Al Khalil bin Ahmad adalah orang yang memindahkan I’rab menjadi bentuk seperti sekarang ini.

Adapun penetapan persepuluh (sepersepuluh juz) diriwayatkan bahwa Khalifah Al Makmun dari dinasti Bani Abbasiyah memerintahkan hal itu. di katakan pula bahwa Al Hajjaj yang melakukanya. Di riwayatkan juga bahwa Al Quran itu di bagi pada zaman Al Hajaj menjadi tiga puluh juz.

Dari sejarah tersebut kita menjadi lebih mengetahui asal-usul dan proses terbentuknya Al-Quran, mengingat yang isinya merupakan sebuah petunjuk kepada manusia.

Islam merupakan Way of Life yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan diakhirat kelak. Islam mempunyai satu sendi utama yang esensial : Berfungsi memberi petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”. (QS. Al Isra’: Ayat 9)

“Petunjuk dan berita gembira bagi orang-orang yang beriman”.
(QS. An-Naml 27: Ayat 2)

“Inilah ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung hikmah”.
(QS. Luqman 31: Ayat 2)

“Sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan”.
(QS. Luqman 31: Ayat 3)

Barakallahu fiikum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *