KTQS # 91
KELEMAHAN HADITS-HADITS TENTANG FADHILAH SURAT YASIN (2)
11.”Artinya: “Hati al Qur`aan adalah “Yaasin”, tidaklah membacanya seorang lelaki yang menginginkan Allah dan kehidupan akhirat; kecuali Allah Ta`aala akan memberikan ampunan baginya, bacakanlah “Yaasin” itu atas orang yang meninggal diantara kalian.”
Asy Syaikh al Albaaniy rahimahullah telah berkata: “Hadist ini dho`iif (lemah), diriwayatkan oleh: Ahmad, Abu Daawud, an Nasaaiiy dan lafadz ini bagi an Nasaaiiy, dan Ibnu Maajah, dan al Haakim dan dishohihkan olehnya.
12.”Artinya: “Sesungguhnya bagi segala sesuatu ada hati, dan hati al Qur`aan adalah “Yaasin”, dan barang siapa membaca “Yaasin”: Allah Tabaaraka wa Ta`aala menuliskan baginya dengan bacaannya itu seperti membaca al Qur`aan sepuluh kali.”
Berkata asy Syaikh al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala: Hadist ini Maudhuu` (palsu).
Berkata Abu `Iisaa (al Imam at Tirmidziy): “Hadist ini hasan ghariib tidak kami ketahui kecuali hadist dari Humeiid bin `Abdurrahman, dan di Bashrah mereka tidak mengetahui dari hadist Qataadah kecuali dari jalan ini. Dan Haaruun Abu Muhammad seorang syaikh yang majhuul (tidak dikenal).”
Berkata al Imam at Tirmidziy: telah menghadistkan kepada kami Abu Muusa Muhammad bin al Mutsanna; telah menghadistkan kepada kami Ahmad bin Sa`iid ad Daarimiy; telah menghadistkan kepada kami Qutaibah dari Humeid bin `Abdurrahman dengan hadist ini.
PERHATIAN : Kedua hadits di atas, adalah hadits yang banyak dijadikan dalil oleh mereka yang membolehkan membaca surat Yasin disisi orang yang telah mati.
Sebetulnya kalimat موتكم yang dikehendaki di hadits – hadits di atas bermakna ; orang yang “hampir mati” bukan yang “telah mati”.
Perhatikan sabda Rasulullah :“Ajarkan oleh kamu orang-orang yang akan/ hampir mati diantara kamu: “Laa Ilaaha Illallah”(HSR. Muslim, Abu Daud, Nasaa’i, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Di hadits ini ada kalimat موتكم. Apakah kita mau berkata bahwa yang diperintahkan Nabi di hadits ini supaya kita mengajarkan kalimat Laa ilaaha illallah terhadap orang yang “telah mati”? Tentu tidak demikian !! Karena yang dimaksud Nabi adalah orang yang “hampir mati” supaya akhir perkataannya kalimat tauhid. Ini sesuai dengan sabda beliau : “Barangsiapa yang akhir dari perkataan-nya Laa Ilaaha Illallah maka ia akan masuk surga”. (HHR. Hakim, Ahmad dan lain-lain).
Akan tetapi, karena hadits – hadits tersebut diatas adalah dhaif (lemah), maka membaca Yasin disisi orang yang hampir mati maupun yang telah mati tidak boleh dikerjakan baik pada hari wafatnya atau hari lainnya seperti hari ketiga, kesepuluh, keempat puluh atau satu tahun setelah wafatnya, karena tidak ada contoh dan perintahnya dari Rasulullah maka hal itu adalah BID’AH, dikarenakan, pertama : Ber’amal dengan hadits dhoif . Kedua : Salah dalam memahami hadits tersebut Rasulullah bersabda : “Semua perbuatan bid’ah adalah sesat, dan semua kesesatan tempatnya di Neraka” (HR. Muslim )
Hendaknya kaum muslimin mau belajar “sadar” bahwa yang biasa mereka kerjakan yaitu ramai-ramai membaca surat Yasin disisi orang mati adalah perbuatan BID’AH.
Tidakkah mereka fikirkan salah satu ayat yang terdapat di dalam surat Yasin itu, yang mana Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Supaya ia (Al-Qur’an) memberi peringatan kepada orang yang HIDUP…” (QS. Yasin :70). Allah menyatakan dengan tegas bahwa Al-Qur’an ini menjadi peringatan untuk orang-orang yang hidup. Sedangkan saudara-saudara kita membacakan surat Yasin ini di hadapan orang-orang yang mati (mayat). Subhanallah !!!
13.” Artinya: Dari Jundub radhiallahu `anhu berkata: berkata Rasulullahi Shollallahu `alaihi wa Sallam: “Barang siapa yang membaca “Yaasin” pada malam hari mencari Wajah Allah, Allah Tabaaraka wa Ta`aala mengampuni dosanya.”
Berkata asy Syaikh al Baaniy rahimahullahu `Ta`aala: Hadist ini dho`iif (lemah).
14.Artinya: “Sesungguhnya saya telah mewajibkan atas ummat saya membaca surah Yasin setiap malam, maka barang siapa yang selalu membacanya setiap malam, kemudian dia meninggal, meninggalnya dalam keadaan syahiid.”
Berkata asy Syaikh al Albaaniy: Hadist ini Maudhuu` (palsu).
Diriwayatkan oleh Abu asy Syaikh di “as Tsawab”, dari jalannya asy Syaikh asy Syajriy di “al Amaaliy” (1/118) berkata: telah menghadistkan pada kami Ibnu Abi `Aashim: telah menghadistkan pada kami `Umar bin Hafsh al Washaabiy: telah menghadistkan pada kami Sa`iid bin Muusaa: telah menghadistkan pada kami Rabaah bin Zaid dari Ma`mar dari az Zuhriy dari Anas marfuu`. As Sayuuthiy menampilkan riwayat ini di “Dzeilul Ahaadiist al Maudhuu`ah” (hal.24) dari riwayat Abi asy Syaikh, kemudian beliau berkata: “Sa`iid rawi yang dituduh.” Diakui oleh Ibnu `Iraaq di “Tanziihus Syarii`ah” (1/267). Dan dari jalan al Washaabiy disebutkan bahagian yang kedua darinya- “barang siapa mengamalkannya terus menerus….”- at Thobbaraaniy di “al Mu`jamus Shoghiir” (hal.210-Hindiyah), dari jalannya al Khathiib di “at Taariikh) (3/245), dan berkata at Thobbaraaniy: “menyendiri dengannya Sa`iid.” Berkata al Haitsamiy di “al Majma`” (7/97): “diriwayatkan oleh at Thobbaraaniy di “as Shoghiir”, padanya ada Sa`iid bin Muusaa al Azdiy, dia pendusta.” Baginya masih ada hadist hadist yang lain, maudhuu` (palsu) sangat jelas kepalsuannya, salah satunya di “as Sunnah” oleh Ibnu Abi `Aashim (1/305-306/696).
15.”Artinya: “Sesungguhnya setiap sesuatu ada hatinya, dan sesungguhnya hati al Quraan adalah ((Yaasin)), barang siapa yang membacanya; seolah-olah dia telah membaca al Qur`aan sepuluh kali.”
Berkata asy Syaikh al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala : Hadist ini maudhuu` (palsu).
Dikeluarkan oleh at Tirmidziy (4/46, ad Daarimiy (2/456 dari jalan Humeid bin `Abdirrahman dari al Hasan bin Shoolih dari Haarun Abi Muhammad dari Muqaatil bin Hibbaan dari Qataadah dari Anas marfuu`an. Berkata at Tirmidziy: “Hadist ini hasan ghariib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalan ini, sedang Haarun abu Muhammad majhuul (tidak dikenal), pada bab ini juga dari Abu Bakr as Shiddiiq, tidak shohih, sebab sanadnya lemah, dan pada bab ini juga dari Abi Hurairah radhiallahu `anhu.”
Berkata asy Syaikh al Albaaniy : demikian terdapat pada kitab kami sunan at Tirmidziy; “Hasan ghariib”, dan dinuqil oleh al Mundziriy dalam “at Targhiib” (2/322), dan al Haafidz Ibnu Katsiir di “at Tafsiirnya” (3/563), al Haafidz di “at Tahdziib”, sesungguhnya hadist ini lemah, sangat jelas kelemahannya, bahkan hadist ini maudhuu` (palsu) dikarenakan Haarun, sungguh telah berkata al Haafidz ad Dzahabiy ketika menjelaskan biografinya setelah dinukil dari at Tirmidziy dimana beliau mengatakan dia rawi yang majhul: “saya berkata: saya menuduhnya dengan apa yang telah diriwayatkan oleh al Qudhaa`iiy di “Syihaabihi”, kemudian dia menampilkan baginya hadits ini”.
KHATIMAH
Dengan demikian jelaslah bahwa hadit-hadits tentang fadhilah dan keutamaan surat Yasin, semuanya LEMAH dan PALSU. Oleh karena itu, hadits-hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah untuk menyatakan keutamaan surat ini dan surat-surat yang lain, dan tidak bisa pula untuk menetapkan ganjaran atau penghapusan dosa bagi mereka yang membaca surat ini. Memang ada hadits-hadits shahih tentang keutamaan surat Al-Qur’an selain surat Yasin, tetapi tidak menyebut soal pahala. Ingat pesan Nabi: Semua perbuatan bid’ah adalah sesat, dan semua kesesatan tempatnya di Neraka” (HSR. Muslim )
Hendaknya kaum muslimin mau belajar “sadar” bahwa yang biasa mereka kerjakan yaitu ramai-ramai membaca surat Yasin disisi orang mati adalah perbuatan BID’AH. Tidakkah mereka fikirkan salah satu ayat yang terdapat di dalam surat Yasin itu, yang mana Allah berfirman: “Supaya ia (Al-Qur’an) memberi peringatan kepada orang yang HIDUP…” (QS. Yasin :70).
Allah menyatakan dengan tegas bahwa Al-Qur’an ini menjadi peringatan untuk orang-orang yang hidup. Sedangkan saudara-saudara kita membacakan surat Yasin ini di hadapan orang-orang yang mati (mayat). Subhanallah !!!
PERINGATAN
Perlu diketahui bahwa tulisan ini bukanlah larangan kepada kaum muslimin dan muslimat untuk membaca surat Yasin karena seluruh surat yang ada dalam Al-Qur’an adalah baik dan disyariatkan untuk dibaca akan tetapi tidak boleh mengkhususkan surat tertentu atau mengutamakannya dari surat-surat yang lain tanpa disertai dalil yang shohih. Wallahu A’lam.
Salam !