KTQS # 1345 Bolehkah Wanita Haidh Masuk ke Masjid ?

Bolehkah Wanita Haidh Masuk ke Masjid ?

TANYA
Bagaimana hukumnya wanita yang sedang haidh masuk masjid untuk suatu keperluan, misalnya mengikuti taklim? Sementara ada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid kepada wanita yang haidh dan orang yang junub.”

JAWAB
Kata Imam Asy Syaukani: “Zaid bin Tsabit berpendapat boleh bagi wanita haidh masuk ke dalam masjid kecuali bila dikhawatirkan darahnya menajisi masjid. Al Imam Al Khaththabi menghikayatkan kebolehan ini dari Malik, Asy Syafi’i, Ahmad dan Ahlu dzahir. Sedangkan yang berpendapat tidak boleh adalah Sufyan dan Ashabur Ra’yi dari madzhabnya Al Imam Malik.” (Nailul Authar, 1/320).

Namun yang kuat dari pendapat yang ada, wanita haidh dibolehkan masuk masjid. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Hazm dalam kitab beliau Al Muhalla (2/184-187), karena tidak ada dalil yang menunjukkan larangan akan hal ini, sementara Rasulullah saw telah bersabda :

“Sesungguhnya orang mukmin itu tidaklah najis.” (HR. Al Bukhari no. 283 dan Muslim no. 371)

Di masa hidupnya Rasulullah saw ada seorang wanita hitam bekas budak yang biasa membersihkan masjid Nabi dan ia memiliki tenda di dalam masjid. Sebagai seorang wanita tentunya ia mengalami haidh namun tidak didapatkan adanya perintah Rasulullah saw agar dia keluar dari masjid ketika masa haidhnya. (Haditsnya disebutkan Al Imam Al Bukhari dalam Shahihnya no. 439).

Juga Nabi Saw mengatakan kepada ‘Aisyah ra yg terkena haid sewaktu melaksanakan ibadah haji bersama beliau Saw : “Lakukanlah apa yg diperbuat oleh seorang yg berhaji kecuali jangan engkau Thawaf diKa’bah”. (HR. Bukhari no 1650)

Dalam hadits di atas Nabi Saw tidak melarang ‘Aisyah utk masuk ke masjid dan sebagaimana jamaah haji boleh masuk ke masjid maka demikian pula wanita haid boleh masuk masjid.

Sementara hadits yang di tanyakan adalah hadits yang dha’if (lemah), dijelaskan pula oleh Ibnu Hazm sisi kelemahan hadits ini, sebagaimana dalam Al Muhalla. Demikian pula Asy Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah (118-119). (lihat KTQS # 260).

Salam !

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *