KTQS # 1728 SHALAT JUMAT serta SHALAT FARDHU BERJAMAAH SAAT ADA WABAH PENYAKIT, PENGGUNAAN HAND SANITIZER dan MERENGGANGKAN SHALAT BERJAMAAH.

KTQS # 1728

SHALAT JUMAT serta SHALAT FARDHU BERJAMAAH SAAT ADA WABAH PENYAKIT, PENGGUNAAN HAND SANITIZER dan MERENGGANGKAN SHALAT BERJAMAAH.

1. BOLEH MENINGGALKAN SHALAT FARDHU BERJAMAAH & SHALAT JUMAT

Jika kota telah ditetapkan sebagai kota wabah, apalagi sudah ditetapkan menjadi epidemi bahkan sekarang ditingkatkan menjadi pandemi dan sudah semakin banyak korban maka tidak mengapa seseorang untuk tidak shalat berjamaah dan bahkan tidak mengapa untuk meninggalkan shalat jumát.

Hal ini karena diantara hal yang bisa menjadikan kewajiban berjamaah adalah hujan, takut, sakit, angin kencang, dan semisalnya, maka bagaimana lagi dengan kawatir dengan virus yang bisa menimbulkan kematian dan tersebar begitu cepat.

A. Semua udzur yang membolehkan untuk meninggalkan shalat berjamaáh itulah juga udzur untuk membolehkan meninggalkan shalat jumát

“Udzur-udzur yang membolehkan meninggalkan shalat berjamaáh itulah udzur untuk meninggalkan shalat jumat. Maka tidak wajib jumát bagi orang yang takut atas (keburukan menimpa) dirinya, atau menimpa hartanya, demikian juga orang yang kehujanan dalam perjalanannya (menunju masjid), demikian orang yang sedang mengurusi orang sakit yang dikawatirkan akan terlalaikan (jika ia meninggalkannya untuk shalat jumat)”. (Al-Bayaan fi madzhab al-Imam Asyafií 2/545)

B. Udzur-udzur tersebut bersifat umum yaitu semua hal yang menimbulkan kesulitan. An-Nawawi berkata :

“Sesungguhnya permasalahan udzur-udzur yang membolehkan meninggalkan shalat jumat dan shalat berjamaáh bukanlah udzur khusus, akan tetapi semua yang mendatangkan kesulitan yang berat maka termasuk udzur. Dan becek termasuk udzur”. (Al-Majmuu’ Syarh al-Muhadzzab 4/384)

Jika becek dan hujan saja bisa menjadi udzur untuk meninggalkan shalat jumat dan shalat berjamaah maka apalagi kawatir terkena penyakit korona yang bisa merenggut nyawa, bukan nyawa sendiri bahkan nyawa keluarga dan banyak orang (karena resiko penularan yang begitu cepat). Demikian juga orang yang sakit dan yang kawatir terkena penyakit maka boleh meninggalkan shalat berjamaah dan shalat jumát.

Al-Mardawi berkata :
“Dan orang yang sakit diberi udzur untuk meninggalkan shalat jumát dan shalat berjamaah tanpa ada perselisihan. Dengan diberi udzur juga untuk meninggalkan shalat jumat dan shalat berjamaah karena ketakutan munculnya penyakit”. (Al-Inshoof 2/300)

Jika seseorang boleh meninggalkan shalat berjamaah karena makanan yang sudah hadir dan juga karna menahan buang air karena pikirannya tersibukan tidak bisa khusyu’, maka terlebih lagi ketakutan terhadap virus corona.

Bagaimana seseorang shalat sementara pikirannya paranoid terhadap dirinya dan orang-orang disekitarnya. Terlebih lagi virus corona tidak kelihatan, dan juga orang yang terjangkiti virus tersebut bisa jadi tidak langsung nampak tanda-tandanya. Bisa jadi ia merasa sehat ternyata ia terjangkiti, lantas ia berinterakasi dengan orang-orang lain akhirnya ia ikut menularkan virus tersebut.

Juga berdasarkan kaidah fikih

‎ دَفْعُ الْمَضَارِّ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ “Menolak kemudorotan didahulukan daripada meraih kemaslahatan”

Kesimpulannya :

Barangsiapa yang kawatir mendapatkan kemudorotan atau memberi kemudorotan kepada orang lain maka ia diberi keringanan untuk tidak menghadiri shalat jumat dan shalat berjamaah, berdasarkan sabda Nabi :

“Tidak boleh melakukan mudorot pada diri sendiri dan juga memudorotkan orang lain”. (HR Ibnu Majah)

Dan jika seseorang tidak menghadiri shalat jumat maka ia menggantinya dengan shalat dzuhur 4 rakaát.

2. HAND SANITIZER

Hukum memakai hand sanitizer yang mengandung alkohol 70 persen, lantas tidak mencucinya kemudian shalat.

Hal ini diperbolehkan karena alkhohol bukan berarti pasti khomr. Memang khomer mengandung alkohol, akan tetapi tidak semua alcohol adalah khomr.

“Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap yang memabukkan adalah haram”. (HR Muslim).

Apalagi cairan yang mengandung alkohol 70 persen maka itu bukan khomr. Lagi pula pendapat yang benar bahwasanya khomr pun tidak najis sehingga yang dilarang adalah jika diminum karena bisa memabukkan. Apalagi alcohol bukan khomr. Jadi penggunaan hand sanitizer tidak membatalkan wudhu.

Jadi, jika seseorang yang menyentuh najis tidak batal wudhunya, tapi ia hanya tinggal membersihkan dirinya dari najis tersebut, apalagi menyentuh alkohol yang tidak najis.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah rijsun termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.(QS. AL-Maidah: 90)

Kata rijsun dalam ayat di atas maksudnya adalah sifat buruk dari suatu perbuatan bukan najis.

3. MERENGGANGKAN SHALAT BERJAMAAH

Bolehnya shalat dengan merenggangkan shaf (saling menjauh dalam shaf) agar tidak bersentuhan. Tentu diantara kesempurnaan shalat adalah dengan merapatkan shaff, akan tetapi jika kondisinya darurat maka tidak mengapa sebagian kewajiban ditinggalkan apalagi perkara yang sunnah untuk ditinggalkan.

Jika memang shalat berjamaah masih dilakukan di kota yang berwabah corona maka tidak mengapa bagi jamaáh untuk saling menjauh ketika shalat dikarenakan kawatir terjadinya kontak fisik memudahkan penyebaran virus corona.

“Janganlah unta yang sehat dicampur dengan unta yang sakit”. (HR. Bukhari no. 5771 dan Muslim no. 2221)

“Larilah dari penyakit kusta seperti engkau lari dari singa”. (HR. Muslim: 5380)

Semoga artikel ini bermanfaat dan menjadi panduan bagi kita semua menyikapi pandemi covid 19 seperti saat ini.

Barakallahu fiikum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *