KTQS # 1656
TANYA JAWAB KTQS (19)
TANYA :
Guru, Perjalanan yg seperti apa yg memperbolehkan berbuka atau tdk usah puasa?
JAWAB :
Safar atau tidak, itu kembali kepada ukuran ‘urf (adat, kebiasaan yang dikenal masyarakat). Misalnya, bila ‘urf masyarakat di sini menganggap bahwa orang yang pergi ke Jakarta adalah Musafir, maka pada saat itu ia boleh meng-qashar dan menjamak salat dan boleh tidak berpuasa Ramadhan.
Bila ada satu kota yang berjarak 100 km dari Bandung, dan ‘urf menunjukkan bahwa perjalanan ke tempat tersebut termasuk safar, maka ia dianggap sebagai musafir. Jadi, tidak dibatasi oleh ukuran kilometer.
Orang yang membatasi jarak minimal dengan 80 km, tidak memiliki dalil yang tegas. Sehingga, permasalahan ini harus dikembalikan ke standar ‘urf.
Bisa saja, misalnya, seseorang berjalan dengan mengendarai mobil selama satu jam, tetapi (ia) tidak dianggap sebagai musafir sebab hanya berputar-putar di dalam kota. Kemudian, ada orang lain yang berjalan satu jam keluar dari kotanya dengan mobil, selama satu jam atau satu setengah jam. Jika ‘urf menganggapnya sedang bersafar maka ia (disebut) musafir, begitu pula sebaliknya.
Jadi, Tidak ada katagori safar apa yg menentukan boleh shaum atau tidak, persyaratan rukshoh (keringanan) tidak berpuasa hanya jika sedang safar saja dan itu dikembalikan kepada diri sendiri apakah perjalanan yg sedang dilakukan adalah safar atau bukan, tidak ada batasan minimal jarak tempuh dan waktu tempuh.
TANYA :
Ustadz sebentar lagi saya mau mudik pulang kampung ke Tasikmalaya, apakah saya termasuk sudah safar? dan bagaimana cara shalat jama qashar sesuai sunnah Rosul? Nuhun Tadz.
JAWAB :
Safar atau tidak itu sama dengan ketentuan saat Ramadhan untuk boleh atau tidak berpuasa saat dalam perjalanan. Tidak ada ketentuan batas jarak dan waktu tempuh.
Lengkapnya bisa dibaca :
Barakallahu fiikum.