IKHTIAR MEMILIH PEMIMPIN
Kini jagat politik kembali ramai seolah-olah pilpres kembali terulang dalam pilkada DKI, riuh politik semakin kentara saat partai islam atau berbasis islam mengusung calonnya masing-masing. Mereka tidak bersatu malah bercerai. Sayang memang tapi itulah ikhtiar, harus kita hargai dan husnudzhon.
Masalah siapa yg bakal diusung atau dipilih oleh partai-partai Islam atau berbasis massa islam adalah masuk dalam ranah ijtihadi.
Yang berlaku di sini adalah al-hukmu bi az-zhawahir (Maknanya) Selama dia menampakkan keislaman, komitmen, atau mafsadat (kemudharatan) yg ada padanya jauh lebih ringan, maka layak didukung. Perkara apa yg akan dilakukan setelah itu, maka ia urusan ghaib, yg hanya diketahui oleh Allah SWT.
Ini adalah sebuah ikhtiar memilih pemimpin yg baik. Bisa benar bisa pula keliru.
Jadi kalau ada muslim masih saja meratapi, mengutuki, serta menyalah-nyalahkan saudaranya dgn apa yg belum dikakukannya, maka harus ditanyakan kembali keimanannya terhadap qadha dan qadar Allah, karena itu semuanya tidak lepas dari takdir dan kehendak-Nya.
Pemimpin (daerah) yg baik & berprestasi hasil dari ijtihad partai-partai Islam banyak jumlahnya, namun sunyi dari pujian saudara-saudara kita yg ahli meratap. Sementara yg buruk itu sangat sedikit, namun karena diprovokasi media, mereka juga ikut latah.
Banyak media yg bukan milik kita, karenanya pilih-pilih lah media yg jujur dan tidak menjelek-jelek kan islam dan kaum muslimin.
Padahal orang mukmin itu ibarat satu tubuh. Saling melindungi dan menyangga. Saling menutupi dan membela. Serta saling mengevaluasi dan menasehati.
Bukan saling mengutuki dan membuka aib; apalagi ikut-ikutan berteriak dalam satu barisan dgn musuh Islam untuk tujuan melemahkan: “Lihat sana, oknum fulan atau fulanah yg korup itu, dulu didukung oleh partai-partai Islam!”. Hmm…
Bagi yg masih ragu terhadap sesama muslim, mari kembali kepada Allah.
#Sebuah renungan dalam perjalanan pulang dari Jakarta