KTQS # 1797
HITUNGAN DZIKIR
Dzikir yang biasa dilakukan setelah shalat fardhu adalah dengan hitungan 33 kali setiap bacaan.
“Maukah aku ajarkan kalian sesuatu yang membuat kalian bisa mengejar yang sudah mendahului kalian dan kalian tetap terdepan diantara orang-orang ada sekarang dan sesudahnya. Dan tidak ada seorangpun yang lebih baik kecuali yang berbuat sama seperti kalian perbuat?” mereka menjawab: “Baik ya Rasulullah !” Rasulullah Saw. lalu berkata: “bertasbilhlah (subhanallah), bertahmidlah (alhamdulillah), dan bertakbirlah (Allahu Akbar) masing-masing sebanyak 33 kali setelah shalat!”. (HR. Bukhari Muslim)
Bagaimana dengan dzikir yang nabi tidak membatasi bilangannya, apakah boleh kita tetapkan dengan bilangan tertentu seumpama 1000 kali atau 100 kali?
Para ulama menerangkan, ada dua kekeliruan dalam hal dzikir:
– Menetapkan jumlah bilangan tertentu tanpa dalil.
– Menetapkan tata cara dan waktu tertentu untuk dzikir tanpa dasar dalil.
Hal ini sebagaimana diingkari oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu di mana suatu saat ada orang-orang yang berdzikir dengan menggunakan kerikil lalu ada yang menuntun untuk membaca takbir sebanyak 100 kali dan tasbih sebanyak 100 kali. Padahal tata cara seperti ini tidak pernah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Orang-orang yang berdzikir seperti itu mengatakan pada Ibnu Mas’ud,“Demi Allah, wahai Abu Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan”.
Ibnu Mas’ud lantas menjawab,
“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya”. (HR. Ad Darimi 1: 79. Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayyid/baik)
Orang banyak menganggap dengan berdzikir menggunakan hitungan adalah sesuatu yang baik, padahal menetapkan dzikir dengan jumlah tertentu tanpa dalil adalah perbuatan sia sia seperti yang disampaikan oleh Ibnu Mas’ud bahwa Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada kita, bahwa dzikir seorang hamba kepada Rabb-Nya dengan terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Muthlaq (tanpa batasan).
Sebagaimana firman Allah, “… Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah…”. (QS. Al-Ahzab/33 : 35)
“Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. Al-Ahzab/33: 41)
2. Muqayyad (diatur dengan suatu batasan).
Dilakukan esuai dengan keadaan, waktu, dan tempat berdasarkan dalil.
Segala puji bagi Allah, karena kaum muslimin terus-menerus melakukan hitungan dzikir yang diberkahi ini, mereka menghitungnya dengan jari-jemari tangannya, tanpa memerlukan alat lain, baik berupa kerikil atau biji-bijian. Inilah yang sesuai dengan prinsip kemudahan Islam dan syari’atnya.
“Sesungguhnya jari-jari itu akan ditanya dan akan bisa berbicara.” (HR. Tirmidzi)
Barakallahu fiikum.
Silahkan dibaca :
KTQS # 369 Cara Menghitung Dzikir Sesuai Sunnah Rasulullah Saw