KTQS # 1745 SHALAT BERJAMAAH DIMASJID ATAU SENDIRIAN / BERJAMAAH DIRUMAH?

KTQS # 1745

SHALAT BERJAMAAH DIMASJID ATAU SENDIRIAN / BERJAMAAH DIRUMAH?

Sudah diketahui bersama bahwa shalat berjamaah adalah wajib bagi lelaki yang mukim : Shalat fardhu berjamaah atau Shalat jum’at di Masjid.

“Sungguh aku benar-benar berniat untuk memerintahkan orang-orang shalat di masjid, kemudian memerintahkan seseorang untuk menjadi imam, lalu aku bersama beberapa orang pergi membawa kayu bakar menuju rumah-rumah orang yang tidak menghadiri shalat jama’ah lalu aku bakar rumahnya”. (HR. Bukhari no. 7224, Muslim no. 651)

Dan banyak sekali hadits yang menyatakan bahwa syarat utama shalat berjamaah adalah merapatkan shaft dengan benar & sungguh sungguh.

Banyak sekali hadits yang menyatakan hal tersebut, akan panjang jika semua hadits disebutkan disini, salah satunya adalah :

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Luruskanlah shaf-shaf kalian, ratakanlah pundak-pundak kalian, isilah shaf yang kosong,..”. (HR. Abu Daud, no. 666; An-Nasa’i, no. 820 dari Ibnu Umar)

Betapa ketatnya aturan shalat berjamaah sehingga tidak boleh ada celah sedikitpun diantara jamaah shalat, lurus & rapat.

Apalagi kerapatan itu sampai pundak dan mata kaki pun harus rapat.

“Luruskanlah shaf, rapatkanlah antara pundak, tutuplah celah shaf, dan janganlah biarkan celah shaf untuk setan. Siapa yang menyambung shaf, maka Allah menyambungnya. Siapa yang memotong shaf, maka Allah memotongnya.” (Fath Al-Bari, 2:211)

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menyatakan bahwa kalimat “menempelkan bahu pada bahu lainnya dan telapak kaki pada telapak kaki lainnya”, maksudnya adalah benar-benar shaf itu dibuat lurus dan celah shaf itu ditutup.

Jadi yang dimaksudkan menempelkan pundak dan telapak kaki adalah untuk meluruskan shaf, begitu dekatnya satu jamaah dan lainnya. Yang dimaksud menempelkan bukanlah benar-benar menempel ini hanya sebuah pernyataan bahwa begitulah syarat shalat berjamaah, harus rapat
diantara bersebelahan.

Begitu juga merapatkan barisan shaf didepan & belakang harus benar-benar rapat dan tidak berjauhan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada shalat bagi orang yang shalat sendirian di belakang shaf.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya dari Ali bin Syaiban, bisa dilihat di Al-Ahkaam Al-Fiqhiyyah Al-Muta’alliqah bi Waba’ Kuruna, hlm. 17.

Lalu bagaimana dengan shalat berjamaah namun shaf nya berjarak dan barisan shafnya pun berjarak?

Seperti saat ini kondisi wabah virus yang dahsyat dan begitu cepat daya sebarnya yang berbeda dengan wabah virus lainnya.

Tentu dengan kondisi seperti itu maka shalat berjamaah menjadi hal yang tidak mungkin dilakukan karena akan mempercepat penularan wabah virus antar jamaah karena rapatnya shaf shalat berjamaah sebagai syarat utama sah nya shalat berjamaah.

Namun, islam adalah agama yang memudahkan umatnya tapi bukan memudah-mudahkan, dan islam adalah agama solusi.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya agama itu mudah. Orang yang memperberat diri dalam beragama, dialah yang akan kalah”. (HR. Bukhari, no. 39)

Dengan demikian melihat kondisi seperti saat ini dan sudah banyak ulama-ulama memberikan fatwa terkait shalat berjamaah di masjid dengan menyarankan, shalat berjamaah bisa dilakukan dengan memberikan jarak shaf antar jamaah dan memberikan jarak antar barisan shaf.

Fatwa tersebut tentu tidaklah salah, walaupun melanggar banyak hal tentang aturan shalat berjamaah, ini adalah wilayah ijtihad.

Tidak mengapa jika ingin shalat berjamaah dimana pengurus nya sudah menyiapkan dengan baik protokol kesehatan
seperti tes suhu, tersedia tempat cuci tangan atau hand sanitizer, memberi tanda jarak shaf dan jarak baris shaf, tidak menggunakan pendingin ruangan, sirkulasi udara bagus, dll

Dan bagi yang ingin shalat berjamaah di masjid siapkan pengamanan diri, memakai masker, membawa sejadah sendiri, tidak bersentuhan, tidak menyentuh apapun selain barang yang dibawa sendiri, langsung pergi & pulang, tidak mengobrol dengan orang, sepulang dari masjid langsung mandi dan berganti pakaian, dll.

Dan semua jamaah melakukan hal yang sama jangan hanya kita saja yang melakukan pengamanan diri dengan ketat sedangkan jamaah yang lain acuh tak acuh. Ini Penting !

Atau memilih untuk shalat sendiri atau berjamaah bersama keluarga dirumah, hal ini pun tidak salah dan banyak hadits menyatakan bahwa jika ada wabah penyakit shalatlah dirumah karena ada udzur.

“Sesungguhnya permasalahan udzur-udzur yang membolehkan meninggalkan shalat jum’at dan shalat berjamaáh bukanlah udzur khusus, akan tetapi semua yang mendatangkan kesulitan yang berat maka termasuk udzur. Dan becek termasuk udzur”. (Al-Majmuu’ Syarh al-Muhadzzab 4/384)

“Tidak boleh melakukan mudorot pada diri sendiri dan juga memudorotkan orang lain”. (HR Ibnu Majah)

Dan melaksanakan shalat dirumah, pahala shalat berjamaah di masjid tetap didapat walaupun dikerjakan di rumah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat”. (HR. Bukhari, no. 2996)

Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan hadits tsb diatas,
“Hadits di atas berlaku untuk orang yang ingin melakukan ketaatan lantas terhalang dari melakukannya. Padahal ia sudah punya niatan kalau tidak ada yang menghalangi, amalan tersebut akan dijaga rutin”. (Fath Al-Bari, 6:136)

Jadi pilihan ada di masing masing orang, tidak ada yang lebih baik atau lebih afdhol diantara kedua pilihan tersebut, jangan saling menyalahkan atau merendahkan apalagi merasa paling hebat, keduanya pada hakikatnya adalah sama statusnya, yaitu “shalat berjamaah di masjid”, baik dimasjid ataupun dirumah.

Semoga kita selalu sehat & bahagia.

Barakallahu fiikum.
Allahul Musta’an.
Semoga Allah menolong kita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *