KTQS # 1746
A. RIYA DAN SUM’AH
B. UNTUK PAMER ATAU MOTIVASI?
Riya (ria’) & Sum’ah adalah sifat-sifat tercela.
A. RIYA
Pengertian Riya menurut Bahasa: riya’ ( الریاء ) berasal dari kata الرؤیة /ru’yah, yang artinya menampakkan.
Riya ’ adalah memperlihat kan suatu amal kebaikan kepada sesama manusia.
Pengertian Riya Menurut Istilah yaitu: melakukan ibadah dengan niat supaya ingin dipuji manusia, dan tidak berniat beribadah kepada Allah SWT .
Al-Haf idz Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Baari berkata: “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji
pelaku amalan itu”.
Imam Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa riya’ adalah melakukan amal kebaikan bukan karena niat ibadah kepada Allah, melainkan demi manusia dengan cara memperlihat kan amal kebaikannya kepada orang lain supaya mendapat pujian atau penghargaan, dengan harapan agar orang lain memberikan penghormatan padanya.
SUM’AH
Pengertian Sum’ah menurut bahasa, Kata sum’ah ( السمعة ) berasal dari kata سمّع samma’a (memperdengarkan).
Kalimat samma’an naasa bi ‘amalihi digunakan jika seseorang menampakkan amalnya kepada manusia yang semula tidak mengetahuinya.
Pengertian sum’ah secara istilah/terminologi adalah sikap seorang muslim yang membicarakan atau memberit ahukan amal shalihnya yang sebelumnya tidak diketahui atau tersembunyi kepada manusia lain agar dirinya mendapatkan kedudukan atau penghargaan dari mereka, atau mengharapkan keuntungan materi.
Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani membedakan antara riya dan sum’ah.
Bahwa riya adalah sikap seseorang yang beramal bukan untuk Allah, sedangkan sum’ah adalah sikap seseorang yang menyembunyikan amalnya untuk Allah, namun ia
bicarakan hal tersebut kepada manusia. Sehingga, menurut nya semua riya itu tercela
Sedangkan sum’ah adalah amal terpuji jika ia melakukannya karena
Allah dan untuk memperoleh ridha-Nya, dan tercela jika dia membicarakan amalnya di hadapan manusia.
RIYA & SUMMAH
Dalam Al-Qur’an Allah telah memperingatkan tentang riya & sum’ah ini:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia…” (QS. Al-Baqarah : 264)
Rasulullah SAW juga memperingat kan dalam hadit snya:
“Siapa yang berlaku sum’ah maka akan diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah dan siapa yang berlaku riya maka akan dibalas dengan riya. (HR. Bukhari)
Diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah maksudnya adalah diumumkan aib-aibnya
di akhirat. Sedangkan dibalas dengan riya artinya diperlihatkan pahala amalnya, namun tidak diberi pahala kepadanya.
B. UNTUK PAMER ATAU MOTIVASI?
Pamer ataupun riya’, merupakan amalan hati, yang sifatnya ghaib. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Nabi saja tidak tahu tentang hati orang-orang munafik apabila tidak dikasih tahu oleh Allah. Allah Ta’ala berfirman bahwa
“Tidak ada yang mengetahui perkara ghaib kecuali Allah.”
“Katakanlah (wahai Muhammad):Aku tidak kuasa mendatangkan kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula kuasa menolak kemadharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan andaikata aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemadharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. (QS. al-A’raf/7: 188)
Selain itu, menampakkan amal kebaikan, atau ibadah, atau kegiatan positif, tidak mesti untuk tujuan pamer atau riya’. Bisa jadi pelakunya ingin memberikan motivasi, atau inspirasi kepada orang lain, atau minimal tahaduts bini’matillah (menampakkan nikmat Allah). Dan hal ini diperbolehkan menurut syari’at.
Banyak dalil yang menunjukkan akan hal ini, diantaranya firman Allah Ta’ala :
“Orang-orang yang menginfakan harta mereka di malam dan siang hari secara sembunyi-sembunyi dan TERANG-TERANGAN, maka bagi mereka pahala di sisi tuhan mereka, dan tidak ada kekhawatiran atas mereka dan mereka tidak bersedih”. (QS. Al-Baqarah : 274)
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami berkata :
“Batasan riya’ yang tercela, adalah seorang yang beramal menghendaki dengan ibadahnya selain wajah Allah Ta’ala”. (Nadhratun Na’im : 10/3552)
Jadi, menurut definisi beliau dapat kita pahami berarti ada riya’ (menampakkan amalan) yang tidak tercela, yaitu ketika hal itu dilakukan dengan tujuan yang baik.
Oleh karena itu, hendaknya saat kita melihat saudara kita menampilkan amalan mereka dengan cara memposting di medsos, hendaknya kita berbaik sangka kepada mereka. Mungkin mereka melakukan hal itu untuk tujuan-tujuan yang baik sebagaimana yang telah dijelaskan diatas.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan :
“Jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta”. (HR. Bukhari-Muslim)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Jauhilah kalian dari kebanyakan persangkaan, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa”. (QS. Al-Hujuraat: 12)
Semoga Kita Selalu Sehat & Bahagia.
Barakallahu fiikum.
Allahul Musta’an.