KTQS # 1680 KEWAJIBAN MENUTUP AURAT

KTQS # 1680

KEWAJIBAN MENUTUP AURAT

Sudah jelas dan terang benderang bahwa menutup aurat adalah kewajiban bagi wanita yang sudah baligh ditandai dengan keluarnya darah haidh.

Namun, ada sementara orang yang menganggap bahwasannya jilbab hanya sekedar “dianjurkan” saja bukan kewajiban, karena dalam Al-Qur’an perintah untuk berjilbab menggunakan kata : hendaklah.

Apakah benar anggapan ini?

“Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluan-nya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya”. (Q.S An-Nur: 31)

Syari’at kewajiban tentang jilbab ini juga ada dalam QS. Al-Ahzab ayat 59 :

“Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.”

Harus diketahui juga bahwasannya kata “Hendaklah” dalam Al-Qur’an banyak yang bermakna wajib. Diantaranya adalah tentang shalat dimana Allah berfirman :

“Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan”. (QS.Ibrahim :31)

Apakah dengan ini kita akan mengatakan bahwa shalat itu boleh dilakukan dan boleh pula tidak?

Tentu anggapan ini salah berat, dan tidaklah muncul anggapan seperti ini kecuali dari apa yang keluar dari orang-orang yang lemah pemahamannya terhadap syari’at.

Kembali pada QS. An-Nur ayat 31. Apakah kata “hendak” dalam ayat tersebut adalah bermakna sebagai anjuran yang sifatnya mustahab (disukai) saja? Jauh panggang daripada api.

Dalam QS. An-Nur ayat 31 disebutkan tentang “kemaluan” sebelum kalimat hijab : ‫وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ‬ . Yang menjadi pertanyaan adalah : “Apakah hukum menjaga kemaluan dari zina juga merupakan sesuatu yang bisa menjadi pilihan : Boleh zina boleh pula tidak ?”.

Atau dengan kata lain, bahwa dalam kata Hendaklah hanya bersifat anjuran saja untuk tidwk berzina? Tentu tidak! Dan inilah yang membuktikan kerusakan pemikiran sebagian orang.

Menurut mereka, karena cuma diawali dengan kata ‘hendaklah’, maka hukumnya bukan wajib, melainkan anjuran.

Nah, kalau sudah begini, siapa yang mau disalahkan? Kata ‘hendaklah’ dalam rasa bahasa Indonesia, memang tidak bisa diartikan sebagai kewajiban. Masalahnya sekarang, siapa yang mengartikan ayat itu dengan lafadz ‘hendaklah’? Sehingga muncul kesalah-pahaman fatal seperti ini.

Karena itu jangan sekali-kali baca terjemahan Al-Quran, kecuali anda baca juga kitab-kitab tafsirnya. Jangan baca terjemahan hadits, kecuali anda baca juga kitab-kitab syarahnya (penjelasan). Kalau tidak tahu, maka bertanyalah kepada yang punya ilmunya.

Barakallahu fiikum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *