KTQS # 1463
IMAM ESTAFET
Ada dua pendapat tentang “Imam Estafet”, yaitu :
1. Membuat shaf dan imam baru
Rasulullah saw pernah masbuq bersama al-Mughiroh bin Syu’bah, “Rasulullah saw dan akupun ketinggalan bersamanya saat perang tabuk.. beliau berkendaraan dan demikian pula aku. Sampailah kepada kami suatu kaum yang sedang shalat di imami oleh ‘Abdurahman bin ‘Auf,ia telah menyelesaikan satu raka’at..Ketika salam Rasulullah saw berdiri maka akupun berdiri, maka kami menyelesaikan raka’at kami yang tertinggal”. (HR. Muslim I:230 no : 274, Baihaqi 3:92 no : 4922, Abu Dawud 149 dan Ahmad 4:249 dan 251)
Ada penambahan kalimat,
‘kemudian beliau shalat bersama manusia untuk rakaat yang terakhir’ (dalam riwayat Muslim dan lain-lain)
‘maka kami shalat sesuai yang kami dapati dan kami qodho’/sempurnakan yang terlewat’ (cerita Mughiroh bin Syu’bah dalam riwayat Ahmad)
Inilah dalil “Imam Estafet”. Jamaah masbuq boleh membuat shaf dan imam baru untuk menyelesaikan raka’at yg tertinggal.
2. Meneruskan shalat sendiri
”Jika shalat (berjamaah) telah ditegakkan, maka janganlah kamu mendatanginya dengan tergesa-gesa. Berjalanlah dengan tenang dan kerjakanlah apa yang kamu dapati bersama imam serta sempurnakanlah apa yang terluput darinya”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Dalil ini mengatakan, jika kita terlambat mendapatkan rakaat secara penuh bersama imam, maka kekurangannya kita sempurnakan sendiri, tanpa mengangkat “Imam Estafet” untuk menyempurnakan sholat berjamaah.
Karena pahala berjamaah sudah didapatkan, walau hanya dapat sebagian.
“Barangsiapa mendapati satu raka’at bersama imam, berarti ia telah mendapati shalat jama’ah”. (Muttafaqun ‘Alaihi)
Kesimpulan, bagi yg masbuq lalu untuk meneruskan shalat yang tertinggal, bisa melakukan shalat sendiri atau ikut berjamaah dgn jamaah masbuq lainnya atau bila saat itu ada orang lain yang datang dan ingin berimam kepadanya, boleh saja.
Salam !