KTQS # 2000 WARNA DALAM AL-QURAN

KAJIAN SANGAT PANJANG

KTQS # 2000

WARNA DALAM AL-QURAN

Enam warna dan makna simboliknya disebutkan beberapa kali dalam Alquran. Dua di antara enam warna itu adalah hitam (muswadda) dan putih (baidho). Jika hitam – setidak-tidaknya – disebutkan empat belas kali, maka putih – paling tidak – disebutkan tiga belas kali. Dalam surat dan ayat apa serta bagaimana bunyinya?

Jika diperhatikan, maka sebagian warna yang dikenal di dunia ini – juga – disebutkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Alquran. Tidak semuanya, melainkan – setidak-tidaknya – enam warna saja. Dua yang paling banyak disebut di antara enam warna yang termaktub dalam Alquran adalah hitam (muswadda) dan putih (baidho). Jika hitam disebutkan empat belas kali, maka putih disebutkan tiga belas kali.

Warna Hitam

Di antara warna-warna yang ada, hitam adalah warna yang paling gelap. Selain menguatkan deskripsi dan atau ilustrasi, tentu saja repetisi (penyebutan berulang-ulang) tersebut menunjukkan bahwa pesan yang disampaikan-Nya sangat penting.

Surat dan ayat Alquran yang memuat penyebutan warna hitam, diantaranya,

kesatu, “…makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar …” (Q.S. Al-Baqarah: 187). Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan hitam sebagai warna yang harus terlihat jelas oleh kaum Muslim yang akan menunaikan ibadah shaum.

Kedua, “lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman” (Q.S. Al-A’la: 5). Dalam ayat ini, hitam dijadikan warna ilustratif untuk menguatkan kesan kering.

Ketiga, “…, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah” (Q.S. An-Naḥl: 58). Selain deskripsi warna, hitam dalam konteks itu juga menguatkan ilustrasi.

Keempat, “…dan ada pula muka yang hitam muram…” (Q.S. Ali Imran: 106). Hitam di sini menguatkan ilustrasi.

Kelima, “…maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita…” (Q.S. Al-Qalam: 20). Dikuatkan oleh kalimat selanjutnya, warna hitam di situ menunjukkan ilustrasi warna.

Keenam, “…Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan…” (Q.S. Yunus: 26). Hitam pada ayat itu merupakan predikat bagi kata debu.

Ketujuh, “…dari lumpur hitam yang diberi bentuk” (Q.S. Al-Hijr: 26). Dalam ayat ini, hitam juga predikat warna atas lumpur.

Kedelapan, “…dari lumpur hitam yang diberi bentuk” (Q.S. Al-Hijr: 28). Hitam di situ predikat atas warna lumpur.

Kesembilan, “…dari lumpur hitam yang diberi bentuk” (Q.S. Al-Hijr: 33). Di sini juga, hitam merupakan predikat warna lumpur.

Kesepuluh, “…di dalam laut yang berlumpur hitam, …” (Q.S. Al-Kahf: 86). Hitam di situ menerangkan dan mengilustrasikan warna lumpur.

Kesebelas, “…dan ada (pula) yang hitam pekat” (Q.S. Faathir: 27). Hitam dalam ayat ini adalah ilustrasi.

Kedua belas, “…orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam…” (Q.S. Az-Zumar: 60). Selain deskripsi, hitam dalam ayat ini juga menguatkan ilustrasi.

Ketiga belas, “…jadilah mukanya hitam pekat sedang dia amat menahan sedih” (Q.S. Az-Zukhruf: 17). Selain memberikan keterangan, hitam dalam ayat tadi juga ilustrasi yang kuat. Keempat belas, “dan dalam naungan asap yang hitam” (Q.S. Al-Waaqi’ah: 43). Hitam dalam ayat ini merupakan keterangan warna asap.

Warna Putih

Warna ini dihasilkan dari percampuran seluruh warna. Kalau dilihat dari segi gradasi (tingkatan) terang hingga gelapnya berbagai warna, maka putih termasuk warna yang paling terang di antara berbagai warna. Dalam Alquran, setidak-tidaknya warna putih disebutkan tiga belas kali.

Surat dan ayat Alquran yang memuat penyebutan warna putih, diantaranya,

kesatu, “…dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar…” (Q.S. Al-Baqarah: 187). Dalam ayat ini, putih merupakan predikat warna benang yang harus dilihat jelas oleh kaum Muslim yang akan mengerjakan ibadah shaum.

Kedua, “pada hari yang di waktu itu ada muka putih berseri…” (Q.S. Ali Imran: 106). Selain predikat warna muka, putih dalam ayat tersebut juga memberi ilustrasi yang kuat.

Ketiga, “Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga)…” (Q.S. Ali Imran: 107). Selain keterangan, putih dalam ayat ini memberi ilustrasi yang kuat.

Keempat, “…maka ketika itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya” (Q.S. Al-A’raf: 108). Putih dalam ayat tadi merupakan warna yang diilustrasikan dengan kuat oleh kalimat selanjutnya.

Kelima, “…dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya…” (Q.S. Yusuf: 84). Dalam ayat ini, putih bermakna warna saja.

Keenam, “…niscaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula)” (Q.S. Thaha: 22). Dalam ayat tersebut, putih adalah warna yang diilustrasikan dengan kentara oleh kata berikutnya.

Ketujuh, “Dan (ingatlah) hari (ketika) langit pecah belah mengeluarkan kabut putih…” (Q.S. Al-Furqan: 25). Putih dalam ayat itu predikat warna.

Kedelapan, “…maka tiba-tiba tangan itu menjadi putih (bersinar) bagi orang-orang yang melihatnya” (Q.S. Asy-Syuara: 33). Dalam ayat itu, putih adalah warna yang diilustrasikan dengan kuat oleh kata berikutnya.

Kesembilan, “…niscaya ia akan ke luar putih (bersinar) bukan karena penyakit…” (Q.S. An-Naml: 12). Sama seperti tadi, putih dalam ayat ini adalah warna yang diilustrasikan dengan kentara oleh kata berikutnya.

Kesepuluh, “…niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan karena penyakit…” (Q.S. Al-Qashas: 32). Pada ayat ini, putih adalah warna ilustratif.

Kesebelas, “…Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih…” (Q.S. Fathir: 27). Selain deskripsi, putih dalam ayat tadi merupakan ilustrasi.

Kedua belas, “(warnanya) putih bersih, sedap rasanya bagi orang-orang yang minum” (Q.S. Ash-Shaffaat: 46). Selain warna, sifat putih dalam ayat tadi diterangkan secara kuat oleh kata berikutnya.

Ketiga belas, “Seakan-akan mereka adalah telur putih (burung unta) yang tersimpan dengan baik” (Q.S. Ash-Shaffaat: 49). Tentu saja putih dalam ayat tersebut adalah predikat bagi telur.

Selain hitam (muswadda) dan putih (baidha), maka hijau (hadroa), kuning (sufrah), merah (hamroa), dan biru (zurqa) adalah warna-warna lainnya yang disebutkan dalam Alquran. Kalau dihitung, setidak-tidaknya warna hijau disebutkan sembilan kali, kuning lima kali, merah lima kali, dan biru satu kali. Secara relatif terperinci, berikut ini surat dan ayat Alquran yang menyebutkan warna-warna tersebut.

Hijau

Selain salah satu warna sekunder, hijau juga berasal dari campuran dua warna primer (kuning dan biru). Dalam Alquran, setidak-tidaknya warna ini disebutkan sembilan kali. Surat dan ayat Alquran yang memuat penyebutan warna ini, di antaranya,

kesatu,…maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak…” (Q.S. Al-An’aam: 99). Dalam ayat tersebut, hijau – lebih tepatnya menghijau – menerangkan warna tanaman.

Kedua,…dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering…” (Q.S. Yusuf: 43).

Ketiga,…dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering…” (Q.S. Yusuf: 46). Dalam dua ayat tadi, hijau menerangkan warna gandum.

Keempat, “…dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal…” (Q.S. Al-Kahf: 31). Dalam ayat ini, hijau menjadi predikat warna pakaian.

Kelima, Apakah kamu tiada melihat, bahwasanya Allah menurunkan air dari langit, lalu jadilah bumi itu hijau…” (Q.S. Al-Hajj: 63). Hijau pada ayat ini menerangkan warna bumi.

Keenam,yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau…”(Q.S. Yaasiin: 80). Dalam ayat ini, hijau menerangkan warna kayu.

Ketujuh,Kedua surga itu (kelihatan) hijau tua warnanya” (Q.S. Ar-Rahmaan: 64). Dalam ayat ini, istilah hijau menerangkan warna dua surga.

Kedelapan, “Mereka bertelekan pada bantal-bantal yang hijau dan permadani-permadani yang indah” (Q.S. Ar-Rahmaan: 76). Hijau pada ayat tadi adalah keterangan tentang warna bantal-bantal di surga.

Kesembilan, “Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal…” (Q.S. Al-Insaan: 21). Pada ayat ini, hijau adalah keterangan tentang warna pakaian sutera halus.

Kuning

Selain merah dan biru, kuning adalah salah satu dari tiga warna primer. Dalam Alquran, setidak-tidaknya warna kuning disebutkan lima kali. Surat dan ayat Alquran yang memuat istilah kuning, di antaranya,

kesatu, “Seolah-olah ia iringan unta yang kuning” (Q.S. Al-Mursalat: 33). Dalam ayat ini, kuning menjadi keterangan tentang warna iringan unta.

Kedua, “…Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya…” (Q.S. Al-Baqarah: 69). Dalam ayat ini, kuning menjadi keterangan warna sapi betina.

Ketiga, “…lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan…” (Q.S. Az-Zumar: 21).

Keempat, “…kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur…” (Q.S. Al-Hadiid: 20).

Kelima, “…lalu mereka melihat (tumbuh-tumbuhan itu) menjadi kuning(kering)…” (Q.S. Ar-Rum: 51).

Dalam tiga ayat tadi, istilah kekuning-kuningan dan kuning sama-sama tampak mengilustrasikan keadaan mengering dan kering.

Merah

Dalam Alquran, setidak-tidaknya Allah SWT menyebut warna merah sebanyak lima kali. Surat dan ayat Alquran yang memuat penyebutan warna merah, di antaranya,

kesatu, “Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja” (Q.S. Al-Insyiqaq: 16). Merah pada ayat tersebut merupakan predikat warna cahaya sekaligus memperkuat ilustrasi keadaan cahaya.

Kedua, “Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak” (Q.S. Ar-Rahman: 37). Dalam ayat ini, merah mawar menerangkan warna langit yang telah terbelah.

Ketiga, “…Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merahyang beraneka macam warnanya…” (Q.S. Fathir: 27). Merah dalam ayat ini adalah predikat warna garis-garis di antara gunung-gunung.

Keempat, “…Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api…“ (Q.S. Al-Kahf: 96). Merah dalam ayat ini menerangkan warna dan memberi kesan kuat tentang keadaan besi.

Kelima, “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya…” (Q.S. An-Naḥl: 58). Merah padam dalam ayat tadi bukan hanya menerangkan, tetapi juga mengilustrasikan warna dan keadaan wajah.

Biru

Selain kuning dan merah, biru termasuk warna primer. Dalam Alquran, warna ini disebutkan Allah SWT sebanyak satu kali, yakni saat menggambarkan warna muka orang-orang berdosa ketika ditiupnya sangkakala (penanda Hari Kiamat).

Surat dan ayat Alquran yang memuat penyebutan warna biru ialah, “…Kami akan mengumpulkan pada hari itu orang-orang yang berdosa dengan muka yang biru muram” (Q.S. Thaaha: 102). Biru muram dalam ayat tadi bukan hanya menerangkan, tetapi juga mengilustrasikan warna dan keadaan wajah.

Dengan demikian, dalam Alquran, hijau, kuning, merah, atau biru bukan semata-mata predikat atau keterangan, melainkan juga menguatkan ilustrasi warna benda atau keadaan alam, warna tumbuhan, warna binatang, atau warna muka manusia, di dunia atau di akhirat.

Jika ada dua warna dalam Alquran yang cenderung ditampilkan sebagai simbol kebaikan, maka kedua warna itu adalah putih dan hijau. Selain predikat warna benda, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjadikan kedua warna tadi sebagai simbol kebaikan. Jika putih melambangkan kesucian dan kebahagiaan serta cahaya terang, maka hijau melambangkan kesuburan, keindahan, dan kenyamanan.

Dalam Islam terutama dalam kitab suci Alquran, warna putih dan hijau bukan hanya dijadikan ilustrasi warna beberapa benda secara denotatif, tetapi juga secara konotatif dijadikan simbol kebaikan sekaligus menempati posisi yang istimewa.

Putih

Warna ini dijadikan ilustrasi warna beberapa benda. Hal itu – antara lain – tampak dalam Q.S. Yusuf ayat ke-84 yang mendeskripsikan keadaan mata Nabi Yaqub yang menjadi putih sehingga buta akibat bersedih dan menahan amarah.

Sebagian mufasir menafsirkan warna putih tadi sebagai kiasan saja atas fakta bahwa Nabi Yaqub tidak mampu melihat lagi. Namun, sebagian yang lain memahami warna putih pada mata Nabi Yaqub tadi memang benar-benar benda putih seperti katarak, sehingga ayah Nabi Yusuf tersebut menjadi buta.

Dalam Q.S. Al-Furqaan ayat ke-25, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mendeskripsikan peristiwa keluarnya kabut berwarna putih tatkala langit pecah belah (Hari Kiamat). Alih-alih kiasan, warna putih dalam konteks ini dimengerti sebagai warna putih dalam makna sebenarnya. Artinya, pada Hari Kiamat ketika langit menjadi pecah belah, maka keluarlah kabut putih dari langit yang pecah belah itu.

Selain itu, pada Q.S. Fathir ayat ke-27, Allah Subhanahu wa Ta’ala mendeskripsikan garis-garis putih di antara gunung-gunung. Putih dalam konteks ini juga bermakna sebenarnya (denotatif). Dalam Q.S. Al-Baqarah ayat ke-187, warna putih digunakan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menunjukkan warna benang yang harus dapat dilihat dan dibedakan oleh seorang Muslim pada waktu fajar, ketika akan mengakhiri sekaligus mengawali shaum.

Selain itu, putih dijadikan simbol kebaikan dan keindahan. Hal itu – antara lain – tampak pada Q.S. Ali Imran ayat ke-106 dan ke-107. Dalam dua ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggambarkan orang beriman pada Hari Kiamat dan yang kekal dalam rahmat Allah (surga) sebagai orang yang bermuka putih berseri. Dalam hal ini, muka putih berseri diyakini melambangkan kesucian dan kegembiraan atau kebahagiaan.

Dalam Q.S. Ash-Shaffaat ayat ke-46, Allah Subhanahu wa Ta’ala mendeskripsikan diedarkannya gelas berisi air dari mata air surga yang putih bersih di antara para penghuni surga. Dengan demikian, putih dalam konteks ini bukan hanya warna, melainkan juga melambangkan kebersihan dan kesucian.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengibaratkan bidadari-bidadari yang bermata indah di surga seperti telur putih (burung unta). Hal itu termaktub pada Q.S. Ash-Shaffaat ayat ke-49. Jadi, selain benar-benar berwarna putih, warna putih dalam konteks ini juga melambangkan kesucian dan keindahan.

Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggambarkan mukjizat Nabi Musa berupa tangan putih bercahaya tatkala menjawab tantangan Firaun. Hal itu tertera pada Q.S. Al-A’raf ayat ke-108, Q.S. Thaha ayat ke-22, Q.S. Asy-Syu’ara ayat ke-33, Q.S. An-Naml ayat ke-12, dan Q.S. Al-Qashas ayat ke-32. Dengan kata lain, warna putih bercahaya dalam konteks itu bukan hanya melambangkan cahaya yang bersinar dan menyilaukan, tetapi juga – sekaligus – simbol kesaktian.

Hijau

Warna ini bukan hanya dijadikan ilustrasi warna beberapa benda, melainkan juga simbol kesuburan dan keindahan. Hal itu – antara lain – tampak pada Q.S. Al-An’am ayat ke-99. Di ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggambarkan hijau sebagai warna tanaman yang keluar dari tumbuh-tumbuhan dan dari tanaman yang menghijau tersebut keluar butiran-butiran yang banyak. Dalam hal ini, warna hijau bukan hanya melekat pada tanaman, tetapi juga pada tumbuh-tumbuhan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengilustrasikan hijau sebagai warna tanaman gandum. Hal ini sebagaimana tertera dalam Q.S. Yusuf ayat ke-43 dan ayat ke-46. Jadi, dalam makna yang sebenarnya, tanaman gandum tersebut memang berwarna hijau.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan bahwa setelah Dia menurunkan air dari langit, maka Bumi ini menjadi berwarna hijau. Hal ini dijelaskan dalam Q.S. Al-Hajj ayat ke-63. Kalau boleh ditafsirkan, Bumi yang berwarna hijau tersebut terjadi lantaran tumbuhnya tanaman dan tumbuh-tumbuhan, akibat turun hujan.

Dalam Q.S. Yaasiin ayat ke-80, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa Dia menjadikan kayu berwarna hijau. Sebagaimana dapat dilihat di dunia ini, luaran pohon kayu memang berwarna hijau.

Selain itu, warna hijau lekat dengan keadaan surga. Dalam Q.S. Al-Kahf ayat ke-31 dan Q.S. Al-Insaan ayat ke-21, Allah SWT menerangkan bahwa orang-orang yang menghuni surga dan mereka (para penghuni surga itu) mengenakan pakaian berwarna hijau yang terbuat dari sutera halus dan tebal. Artinya, tidak hanya mengenakan pakaian dari sutera halus dan tebal, melainkan pakaian para penghuni surga itu pun berwarna hijau.

Allah SWT menerangkan tentang keberadaan dua surga yang terlihat berwarna hijau tua. Hal ini dapat dibaca dalam Q.S. Ar-Rahmaan ayat ke-64. Kalau boleh ditafsirkan, dua surga yang dimaksud mungkin semacam taman yang dihiasi tanaman dan tumbuhan yang memang berwarna hijau tua.

Dalam Q.S. Ar-Rahmaan ayat ke-76, Allah SWT juga mendeskripsikan tentang bantal-bantal berwarna hijau di surga dan digunakan para penghuni surga. Selain benar-benar berwarna hijau, bantal-bantal tersebut tentu empuk dan enak dipandang mata.

Ringkas kata, putih dan hijau dalam Alquran tidak hanya mengacu pada benda-benda berwarna hijau, tetapi juga menyimbolkan beberapa makna. Dalam konteks yang terakhir disebutkan, jika putih simbol kebersihan dan kebahagiaan serta cahaya yang memberikan penerangan, maka hijau merupakan simbol kenyamanan, keindahan, dan kesuburan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *