KTQS # 1602
KEUTAMAAN ILMU SYARIAT
Ilmu adalah kunci segala kebaikan. Ilmu merupakan sarana untuk menunaikan apa yang Allah wajibkan pada kita. Tak sempurna keimanan dan tak sempurna pula amal kecuali dengan ilmu. Dengan ilmu Allah disembah, dengannya hak Allah ditunaikan, dan dengan ilmu pula agama-Nya disebarkan.
Kebutuhan pada ilmu lebih besar dibandingkan kebutuhan pada makanan dan minuman, sebab kelestarian urusan agama dan dunia bergantung pada ilmu. Imam Ahmad mengatakan, “Manusia lebih memerlukan ilmu daripada makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan dua atau tiga kali sehari, sedangkan ilmu diperlukan di setiap waktu”.
Jika kita ingin menyandang kehormatan, kemuliaan, kewibawaan, kekayaan, kedigdayaan, kebangsawanan, maka kita mesti berilmu.
Namun, yang dimaksud dengan kata ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang akan menjadikan seorang mukallaf (Baligh & Berakal) mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan”. (Fathul Baari, 1/92).
Dari penjelasan Ibnu Hajar rahimahullah di atas, jelaslah bawa yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Oleh karena itu, merupakan sebuah kesalahan bahwa kewajiban dan keutamaan menuntut ilmu adalah ilmu duniawi.
Namun bukan berarti mengingkari manfaat belajar ilmu duniawi. Karena tergantung pada niatnya. Apabila digunakan dalam kebaikan, maka baik. Dan apabila digunakan dalam keburukan, maka buruk. (Lihat Kitaabul ‘Ilmi, hal. 14).
Salam !