KTQS # 1654
TANYA JAWAB KTQS (17)
TANYA :
Apakah Ada batasan umur untuk anak yatim yg bisa mendapat santunan ?
JAWAB :
Yatim adalah sebutan untuk anak yang ditinggal mati oleh ayahnya saat ia dikandungan sampai ia lahir dan hingga ia baligh. Lalu Lajnah Daimah (Fatawa no. 225) menjelaskan tanda balighnya sehingga tidak lagi disebut yatim, yaitu jika : mengalami mimpi basah, sudah tumbuh bulu-bulu halus disekitar kemaluan (baik laki / wanita) atau ia sudah berusia 15 tahun.
Sedangkan yang ditinggal mati ibunya disebut al-‘Ajiy. Yang ditinggal mati kedua orang tuanya (ayah & ibunya) disebut Lathim.
Yatim tetap dianjurkan dikasihi dan dibantu serta dipenuhi kebutuhannya. Bukan berarti saat sudah baligh lalu tidak usah dibantu. Apalagi jika si anak tersebut dalam kondisi fakir yang membutuhkan uluran tangan para muhsinin (orang yang suka berbuat baik/membantu/donatur). Seperti untuk kebutuhan nafkah, tempat tinggal, belajar, sekolah dan kesehatan.
Maka yang paling utama, bagi orang yang sudah mengurusi anak yatim lalu usianya sudah baligh, ia tetap memberinya nafkah sehingga ia menyelesaikan studinya & bisa mandiri memenuhi kebutuhannya. Tidak berarti setelah tanda-tanda baligh nya muncul, lalu santunan dihentikan, sekolah tidak dilanjutkan, tidak diberi makan dan diasingkan, kan tidak begitu.
Apalagi dalam QS. An-Nisa 4: 6 ada ungkapan “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah.”
Kalimat “cukup umur untuk menikah” pada ayat ini menggambarkan bahwa seseorang tidak lagi dikatakan yatim apabila sudah mampu hidup mandiri, telah selesai bersekolah sebagai bekal kemandiriannya dan bahkan sesuai firman Allah swt adalah sampai dengan menikah. Dengan demikian, tidak ada batasan umur yg definitif.
TANYA :
Maaf Ustadz KTQS, ada yg ingin saya tanyakan, bagaimana jika anak yatimnya adalah orang kaya?
JAWAB :
Yatim adalah kehilangan ayah, sebagai simbol pelindung & sebagai simbol panutan. Memuliakan anak yatim tidak hanya memberi santunan untuk membiayai kehidupannya saja, namun juga menjadi peran pengganti ayahnya, artinya aspek psikologisnya pun wajib untuk diperhatikan terlepas dari anak yatim itu berasal dari keluarga kaya pun tetap harus dimuliakan. Namun tentu saja masalah biaya kehidupanya sudah mencukupi.
Barakallahu fiikum.
TANYA :
Apakah Ada batasan umur untuk anak yatim yg bisa mendapat santunan ?
JAWAB :
Yatim adalah sebutan untuk anak yang ditinggal mati oleh ayahnya saat ia dikandungan sampai ia lahir dan hingga ia baligh. Lalu Lajnah Daimah (Fatawa no. 225) menjelaskan tanda balighnya sehingga tidak lagi disebut yatim, yaitu jika : mengalami mimpi basah, sudah tumbuh bulu-bulu halus disekitar kemaluan (baik laki / wanita) atau ia sudah berusia 15 tahun.
Sedangkan yang ditinggal mati ibunya disebut al-‘Ajiy. Yang ditinggal mati kedua orang tuanya (ayah & ibunya) disebut Lathim.
Yatim tetap dianjurkan dikasihi dan dibantu serta dipenuhi kebutuhannya. Bukan berarti saat sudah baligh lalu tidak usah dibantu. Apalagi jika si anak tersebut dalam kondisi fakir yang membutuhkan uluran tangan para muhsinin (orang yang suka berbuat baik/membantu/donatur). Seperti untuk kebutuhan nafkah, tempat tinggal, belajar, sekolah dan kesehatan.
Maka yang paling utama, bagi orang yang sudah mengurusi anak yatim lalu usianya sudah baligh, ia tetap memberinya nafkah sehingga ia menyelesaikan studinya & bisa mandiri memenuhi kebutuhannya. Tidak berarti setelah tanda-tanda baligh nya muncul, lalu santunan dihentikan, sekolah tidak dilanjutkan, tidak diberi makan dan diasingkan, kan tidak begitu.
Apalagi dalam QS. An-Nisa 4: 6 ada ungkapan “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah.”
Kalimat “cukup umur untuk menikah” pada ayat ini menggambarkan bahwa seseorang tidak lagi dikatakan yatim apabila sudah mampu hidup mandiri, telah selesai bersekolah sebagai bekal kemandiriannya dan bahkan sesuai firman Allah swt adalah sampai dengan menikah. Dengan demikian, tidak ada batasan umur yg definitif.
TANYA :
Maaf Ustadz KTQS, ada yg ingin saya tanyakan, bagaimana jika anak yatimnya adalah orang kaya?
JAWAB :
Yatim adalah kehilangan ayah, sebagai simbol pelindung & sebagai simbol panutan. Memuliakan anak yatim tidak hanya memberi santunan untuk membiayai kehidupannya saja, namun juga menjadi peran pengganti ayahnya, artinya aspek psikologisnya pun wajib untuk diperhatikan terlepas dari anak yatim itu berasal dari keluarga kaya pun tetap harus dimuliakan. Namun tentu saja masalah biaya kehidupanya sudah mencukupi.
Barakallahu fiikum.